Diposting oleh
Adam Syarief Thmrn on Jumat, 12 April 2013
Pagi ini, Sabtu (13/4), PD IPM Kota Surabaya menggelar kegiatan lokakarya materi Musda 18 IPM Surabaya di aula kantor IPM kota Surabaya Jl Sutorejo 73-77. Pagi ini pun saya terperanjak melihat antusiasme kader-kader IPM Surabaya yang "masih" mau diajak belajar mengenai manifesto gerakan pelajar dan konsepsi besar gerakan menuju passion IPM Surabaya, mewujudkan pelajar yang terampil, berilmu dan berakhlaq mulia. Memang disadari passion yang tak mudah diraih dan tak semudah membalikkan telapak tangan Firaun (lagi-lagi firaun...).
Di momen ini pun saya menyadari ternyata ini lah salah satu faktor stimulan utama dalam rangka #RiseWithHope dilingkungan organisasi pelajar muhammadiyah ini, bibit-bibit kesadaran kritis pun muncul disini dan terlihat sekali karakter kritis dan dinamis pelajar Indonesia yang kental dengan ke Ingin Tahuannya yang besar.
Saya pun salut dengan sahabat-sahabat yang menjadi tim materi Musda, yang sudah menguras pemikirannya untuk mewujudkan gagasan dan pemikiran didepan kader-kader peserta lokakarya. Yaa, inilah gerakan, inilah upaya massifikasi gerakan, menuju passion IPM. Selamat berlokakarya.
Sudah tak terasa 1 Periode ini saya lewati bersama sahabat-sahabat di jajaran pimpinan daerah IPM Kota Surabaya, 2 Tahun sudah kami mengukir asa untuk melejitkan keinginan yang membara sebagai aktivis pelajar. Ya ya, kami berkarya dan berinovasi selama kurun waktu 2 Tahun itu, waktu yang tak sebentar, tetapi juga waktu yang tak lama.
Entah mengapa ya.. Saya ini masih merasa kurang dan merasa tak rela meninggalkan jabatan sebagai ketua unum di PD IPM Sby, why? Bukan masalah gila jabatan, bukan masalah rakus, bukan masalah "kedunyan" melaninkan saya merasa 2 tahun berlalu memimpin PD IPM Kota Surabaya masih kurang memberikan #RiseWithHope pada segenap jajaran dan organisasi tercinta ini. Memang, ideal lah waktu yang dibutuhkan untuk membangung sebuah passion, 2 Tahun juga bukan waktu yang sebentar.
Saya menginstropeksi diri, selama 2 tahun kemarin apa saja yang sudah saya lakukan dan apa yang belum saya lakukan saya sadari ternyata "banyak" juga Pr yang masih belum saya realisasikan pada periode kepempinan saya dulu, sebagai contoh saya belum menggelar JTA/Job Training Administration untuk cabang ranting, hal lain yang mengganjal adalah masih tersisa project rintisan 2 cabang yakni cabang IPM Kenjeran dan Simokerto yang sampai saat ini masih dalam fase koordinasi internal dan penguatan unsur pimpinan. Hal itulah yang sebenarnya masih mengganjal didalam hati sebelum langkah kaki ini bergerak meninggalkan meja pimpinan IPM Surabaya. Memang waktu yang diberikan cukup lama namun merealisasikan hal tersebut ternyata juga tak semudah membalikkan telapak tangan Firaun, semua butuh fase, semua butuh proses yang cukup panjang. Inilah organisasi.
Jalan terjal menuju musda? Ya, sudah saya uraikan jalan terjal yang harus saya lalui menuju musda, "Kegusaran Hati" dan rasa tidak puas, tapi harus disadari lah yang namanya Manusia memang tak luput dari kelemahan, selama sudah berupaya sebaik mungkin nilai positif pasti akan muncul. Saya percaya dan berharap, #RiseWithHope pasti akan ada, IPM Surabaya akan mencapai passionnya suatu saat nanti, insyaAllah.
Diposting oleh
Adam Syarief Thmrn on Kamis, 28 Februari 2013
Adam Syarief Thamrin Hasibuan
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya
Tulisan ini adalah sepenggal dari tugas Etika Sosial & Politik yang diberikan oleh Bapak Drs. Gitadi Tegas Supramudyo (Dosen Pengamat Kebijakan Publik Fisip UA) untuk membedah secara singkat buku karangan K. Bertens, bab III
***
Kebebasan dan Tanggung Jawab
merupakan pengertian dari dua kalimat yang berbeda tetapi maknanya keterkaitan
dan bersinggungan. Sehingga, orang bisa menyatakan bahwa “Manusia itu Bebas”
dan dengan sendirinya dia juga menerima pernyataan “Manusia itu
Bertanggung-Jawab”. Dapat diartikan analogi tersebut bahwa Manusia itu
bertanggung-jawab atas kebebasan yang dimilikinya tersebut. Sekarang, tidak
mungkin sebuah kebebasan tidak disertai dengan tanggung-jawab, jika hal
tersebut terjadi maka yang kita temui adalah sebuah kebebasan yang “kebablasan”
tanpa batasan dan tanggung jawab yang jelas dari pemiliki kebebasan tersebut
(Manusia).
Kebebasan
Pengalaman tentang kebebasan. Tidak
ada manusia di dunia yang tidak mengerti tentang kebebasan, setiap manusia
pasti mengerti dan paham karena manusia mengalami sebuah kebebasan tersebut.
Tetapi, kebebasan tidak sebatas sebuah pemahaman yang dilakukan, aktifitas yang
dilakukan dan dialami oleh manusia, tetapi pada hakikatnya kebebasan memiliki
arti yang pas, namun demikian manusia yang mengalami kebebasan itu pun tidak
dapat menjelaskan tentang apa itu kebebasan. Jika tidak ada orang menanyakan
pada kita apa itu kebebasan maka kita yakin kita tahu karena kita mengalaminya,
tetapi jika ada orang yang datang dan menanyakan apa itu kebebasan itu, kita
menjadi bingung dan tidak bisa menjawab.
Kebebasan itu adalah hubungan antara
“aku konkret” dan perbuatan yang dilakukannya (Henry Bergson 1859-1941) Dan
filsuf Prancis yang banyak berpikir mengenai pengalaman tentang kebebasan ini
menyimpulkan bahwa “Kebebasan merupakan suatu fakta dan di antara fakta-fakta
yang ditetapkan orang tidak ada yang lebih jelas”. Dalam penjelasan tersebut,
kata “Fakta” berarti adalah data langsung atau pengalaman batin yang
benar-benar dialami.
Dalam realitas hidup manusia,
kebebasan merupakan suatu realitas yang amat kompleks. Kebebasan memiliki
banyak aspek dan banyak pula karakteristik.
Begitupun tentang kebebasan rakyat vs
kekuasaan yang absolute seperti dijelaskan di buku Bertens yang mengangkat
pernanan besar Negara di Eropa yang memiliki andil cukup luar biasa dam menjadi
pelopor dalam mewujudkan kebebasan sosial-politik, Negara tersebut adalah
Inggris dan Prancis. Di Inggris, pembatasan absolutism para raja berlangsung
berangsur-angsur selama kurun waktu yang cukup panjang, salah satu contoh
adalah keluarnya piagam Magna Charta (1215),
piagam yang secara terpaksa dikeluarkan oleh Raja John untuk menganugerahkan
kebebasan-kebebasan tertentu kepada raja Baron dan uskup Inggris. Seabad
kemudian di Prancis absolutism para raja di lalui revolusi Prancis secara
dramatis (1789), yang antara lain mengakibatkan raja Louis XVI dipenggal
kepalanya, beberapa bulan kemudian disusul istrinya ratu Marie Antoinette.
Penjelasan-penjelasan tersebut merupakan salah satu contoh mengenai kebebasan
rakyat dan kekuasaan absolute yang pernah terjadi dibeberapa Negara di Eropa
dahulu.
Pembahasan singkat mengenai kebebasan
sosial politik menurut bentuk pertama dapat ditambahkan beberapa catatan, yang
pertama ialah bahwa perwujudan kebebasan sosial politik ini tidak terbatas pada
kedua Negara yang bersangkutan saja tapi mempunyai relevansi universal. Yang
kedua, gagasan yang melatar-belakangi kebebasan sosial-politik dalam bentuk ini
pada dasarnya bersifat etis. Tidak dapat dibenarkan, jika perkembangan dari
monarki absolute ke demokrasi modern bukan suatu kenyataan historis, tetapi
merupakan suatu keharusan etis. Tidak dapat dibenarkan jika perkembangan itu
menempuh lagi arah yang terbalik. Selain itu, ada pula poin mengenai
Kemerdekaan versus kolonialisme yang dituangkan Bertens dalam bukunya yang
memiliki pokok bahasan focus kepada analisis kebebasan sosial-politik yang
direalisasikan ke dalam proses dekolonisasi, dan ide kebebasan yang di
berkembang di Negara-negara penjajah atau kolonialisme pada masa itu. Ada pula
poin tentang kebebasan individual dan kesenang-senangan yang merupakan sebuah
arti sempit dari sebuah kebebasan itu sendiri tanpa dimengerti apa hakikatnya.
Jika tidak diimbangi dengan berpikir
yang panjang maka banyak manusia cenderung menerima dan merespon pengertian
kebebasan ini atas pertanyaan“Apa itu
kebebasan”, secara spontan mereka menjawab “saya bebas jika saya bisa melakukan
apa saja yang saya mau”. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena manusia selalu
mencampur-adukkan kebebasan dengan rasa bebas. Maka, jika tidak
merefleksikannya secara dalam maka akan terasa akan arti dan hakikat yang sama
anatar kebebasan dan rasa bebas.
Kebebasan dalam arti
kesewenang-wenangan sebenarnya tidak pantas disebut kebebasan, dalam kehidupan
manusia dewasa ini sering ditemui penyalahgunaan arti kebebasan itu sendiri.
Karena, bebas tidak berarti lepas dari segala keterikatan melainkan kebebasan
yang sejati adalah kebebasan yang mengandalkan keterikatan dan norma-norma.
Jadi, norma-norma tidak menghambat adanya kebebasan tapi justru memungkinkan
tingkah-laku bebas.
Beberapa masalah kebebasan
Kebebasan Negatif dan Kebebasan
Positif. Secara implicit ada dua aspek yang melekat pada kebebasan itu sendiri,
yakni aspek positif dan negative, Bertens dalam bukunya juga menggunakan
analisis pendekatan positif dan negative dalam setiap penjelasan arti-arti
tentang apa itu kebebasan.
Dua aspek kebebasan tadi dapat
dirumuskan juga dengan mengatakan bahwa kebebasan bisa dimengerti sebagai
“kebebasan dari…” dan “kebebasan untuk…”
Tanggung Jawab
Sama seperti pengertian dalam
kaitannya “Tanggung Jawab” dapat diartikan, seseorang yang bisa menjawab dan memberikan
penjelasan atau keterangan yang tepat saat ditanyai mengenai sikap atau
perbuatan atau tingkah lakunya.
Keterkaitan antara tanggung jawab dan
kebebasan. Analogi mudahnya, dalam setiap kebebasan yang dialami manusia,
tentunya tidak begitu saja tanpa alasan dan penjelasan yang jelas dan hakiki,
kebebasan yang dimiliki dan di alami manusia juga selalu disertai dengan rasa
tanggung jawab yang tepat, dimana bisa memberikan keterangan dan menjelaskan
yang tepat atas perbuatan dan tingkah laku yang dilakukan.
Tanggung Jawab Kolektif
Dalam pembahasan mengenai tanggung
jawab yang selalu di titik fokuskan adalah tanggung jawab pribadi atau
perorangan atau personal. Bagaimana dengan tanggung jawab kolektif? Beberapa
etikawan menerima kemungkinan tanggung jawab kolektif tadi, tetapi tidak sedikit
etikawan yang menolaknya dengan penjelasan-penjelasan yang berbeda-beda.
Tanggung jawab kolektif lebih kepada
kesadaran personal yang memiliki peranan dan andil dalam suatu permasalahan
yang tepat, contoh; unsure pimpinan yang bersifat kolektif yang kebijakannya
berpengaruh pada orang banyak / massal. Karena, sulit menerima sebuah tanggung
jawab moral, sebab sulit untuk diakui bahwa seseorang bisa bertanggung jawab
atas perbuatan yang tidak dilakukannya. Maka kembali lagi tanggung jawab
kolektif kembali pada kesadaran personal dan keinginan untuk pembenahan yang
lebih baik.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya
Sesuai dengan sebutannya “Pelajar”
adalah pelaku belajar dimana memiliki hak dan kewajiban setara dalam hal
Pendidikan dan Peningkatan Potensi. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan sudah melaksanakan kewajibannya sebagai penyelenggara pendidikan
Negara dengan melaksanakan program belajar dan program pendidikan bagi
masyarakatnya, mulai dari Wajib Belajar 6 Tahun pada masa Presiden Soeharto
hingga wajib belajar 12 Tahun dan mengupayakan pendidikan tinggi bagi pelajar
yang telah menuntaskan wajib belajar 12 tahun tersebut. Tetapi, apakah pelajar
cukup hanya disodori kegiatan-kegiatan akademik saja dan menjanjikan potensinya
akan tergali dan tumbuh? Tentu tidak, Masa-masa pelajar adalah momen yang luar
biasa dalam peningkatan potensinya, tidak cukup hanya dalam kegiatan wajib
akademik dan belajar didalam kelas saja, tetapi dengan kegiatan-kegiatan lain
yang dapat menunjang peningkatan potensi mereka.
Peran serta sebuah organisasi pelajar
dalam peningkatan potensi pelajar memang sangat besar, bisa diambil contoh adalah;
pesatnya bermunculan organisasi-organisasi berbasis pelajar yang ada saat ini
adalah lahan potensial dalam “penggarapan” minat, bakat dan potensi pelajar.
Kisaran target usia antara 12 – 23 tahun yang dapat disebut sebagai masa-masa
produktif organisasi. Melalui kegiatan-kegiatan yang mengangkat peran pelajar
dalam pengembangan potensi sangatlah dimungkinkan proses pengembangan potensi
tersebut berjalan dan saling berdampak / berpengaruh.
Upaya “Penggarapan” dan Dinamika
pengembangan berbasis karakter
Masa-masa saat ini, pegiat pendidikan
Internasional sedang gencar-gencarnya melakukan kampanye Pendidikan berbasis
Karakter pada pelajar usia SD/SMP dan SMA/Sederajat, tidak hanya sampai disitu,
upaya yang juga digalakkan pemerintah Indonesia ini juga terus berkembang
sampai ranah pendidikan tinggi dengan harapan Indonesia di tahun emas-nya nanti
dapat mencetak lulusan-lulusan intelektual berkarakter.
Itu tadi peran pemerintah dan bidang
formal didalamnya, lalu, bagaimana dengan organisasi pelajar? Pemerintah
melalui Kementrian Pemuda dan Olahraga selalu menyebut organisasi khususnya
organisasi berbasis masa pelajar merupakan mitra paling penting Pemerintah
dalam upaya pengembangan pendidikan dan potensi. Tetapi sayangnya, kemitraan
yang terjalin tidak diimbangi perhatian serius pemerintah pada
organisasi-organisasi Pelajar. Memang, melalui Dispora masing-masing daerah
sering melakukan Pembinaan Kepemudaan yang melibatkan ormas-ormas dan
orpem/orpel bahkan dijadikan agenda rutin, tetapi sayangnya agenda-agenda
pembinaan tersebut tidak spesifik dalam melakukan pembinaan organisasi yang
dinaunginya dan diduga kegiatan-kegiatan itu lebih dan kurang dilaksanakan
dalam rangka masa-masa tutup anggaran APBD dengan harapan Pemerintah Daerah
mendapatkan kucuran dana lagi dari pusat dengan alih-alih untuk pengembangan
pembinaan organisasi kepemudaan/pelajar yang nyata-nyatanya tidak spesifik sama
sekali dilakukan.
Sungguh ironis sekali nasib
organisasi kepemudaan / pelajar di Indonesia yang rata-rata memiliki visi
futuristic yang kurang lebih rata-rata sama dalam rangka pengembangan potensi
pemuda/pelajar yang ada didalamnya, tetapi malah dijadikan bahan “pengisi
acara” dalam rangka kepentingan pemerintah.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya
***
Dewasa ini, waktu terlampau jauh melintasi gerak dan pemikiran kaum intelegensia muda yang kebanyakan dari mereka menyebut dirinya Aktivis Pemikir. Ada banyak kategori aktivis, yang kesemuanya itu senantiasa menyuarakan ide dan gagasan kritisnya disetiap aktivitas dan perlawanan terhadap sesuatu kehendak. Tetapi, saya hendak menyoal tentang kajian Kritis yang Fanatik yang sering dikait-kaitkan dengan suatu kelompok atau golongan tertentu, dan tentu saja rasional pemikiran mereka selalu berbeda antar setiap kelompok/golongan dengan yang lain. Ya, mereka menyebutnya landasan ideologi. Dan leluhur-leluhur golongan mereka lah yang menciptakan landasan ideologi tersebut yang kesemuanya menjadi patokan dan pakem aktivitas mereka.
Menyoal Kritis yang Fanatik, saya akan mengkaji terlebih dahulu landasan definitif tentang kritis/pemikiran kritis dimulakan sebagai proses mengamati suatu permasalahan serta keinginan untuk meningkatkan pemahaman tentang permasalahan tersebut, Pemikiran kritis secara langsung dalam sebuah pemikirannya melibatkan 3 konsep cara pandang secara mental sekaligus yang diintegrasikan kedalam "Ke-Tunggalan dalam Cara Berpikir" 3 konsep itu tersebutlah; Analisis, Sintesis dan Penilaian. Dan, puncak ketunggalan dalam cara berpikir tersebut adalah memperhatikan dan berhati-hati dalam menganalisis pernyataan dalam mengkaji suatu masalah (baik itu rasional politik, sosial dinamis dan lain sebagainya) lainnya, selalu berhati-hati dalam mencari pembuktian yang kukuh dan logis untuk menarik sebuah kesimpulan yang hakiki dan benar
Pemikiran kritis boleh juga sebagai proses pemikiran secara teliti demi menjelaskan dan memperbaiki pengertian, dengan arti kata lain pemikiran kritis mendorong individu menguji kebenaran sesuatu masalah yang disoalkan tersebut. Seorang pemikir kritis tidak hanya pandai menggunakan kemahiran pendalaman persoalan (micro thinking) tetapi mempunyai sikap tertentu berkaitan dengan cara pandangnya terhadap suatu masalah tersebut.Pemikiran kritis mendorong individu bersifat rasional seperti berpendapat secara kritis,menilai dan menimbang berbagai pendapat dan gagasan sebelum membuat menarik kesimpulan. Pemikir kritis juga menilai Kesahihan (Shahih) dalam membuat atau menerima pernyataan seseorang
Untuk menguatkan penjelasan berpikir kritis dan Ketunggalan dalam cara berpikir berikut adalah kajian teori dari beberapa pemikir :
Beyer (1985) berpendapat, pemikiran kritis adalah kebolehan manusia untukmembentuk konsep, memberi sebab atau membuat penentuan.
Pascarella dan Terenzini (1991, 2005) pula mendefinisikan pemikiran kritis sebagaikebolehan individu untuk mengenalpasti isu-isu dan membuat andaian untuk dibahaskan serta mengenal pasti hubungan penting untuk mendapatkan rumusan yang tepat daripada maklumat yang sedia ada
Menurut Dewey (1993), pemikiran kritis adalah berfikir secara serius dan mendalam serta membuat pertimbangan daripadanya
Selanjutnya, menyoal "Pemikiran krtis yang terlampau kritis". Adalah naif bagi aktivis pemikir yang selalu menyuarakan dan memposisikan diri serta mencoba melakukan generalisasi pemikiran terhadap suatu permasalahan atau kehendak pemikiran yang terkesan "Dipaksakan". Untuk tulisan singkat saya yang ke 4 ini, terpaksa saya harus mengatakan bahwa intelegensia dewasa ini sudah terlampau kritis dalam menyoal permasalahan dan ujung-ujungnya tentu non-solutif. Saya kagum dengan aktivis reformasi 1998, para aktivis mahasiswa tangguh luar biasa, pemikiran kritis tanpa batas yang berhasil menumbangkan rezim orde baru, tetapi sejatinya jika kita analisis bersama peristiwa 98, mereka lupa akan kebutuhan bangsa dan rakyat Indonesia saat itu, jika dengan aksi dan gejolak pemikiran yang mereka dengungkan saat itu berhasil menumbangkan Presiden Soeharto (Pemimpin Orde Baru) tapi apa yang terjadi selepas itu? Tidak ada solusi yang hakiki untuk sebuah perjuangan Reformasi bangsa Indonesia, kita hanya berganti pimpinan, berganti penguasa dan lebih tragisnya lagi bangsa Indonesia kala itu hanya berganti Dinasti. Kalaupun ada perubahan itu hanya 5% lebih sedikit.
Tetapi, tetap mahasiswa Indonesia kala itu kita apresiasi luar biasa dengan ketangguhannya yang luar biasa, tetapi kembali lagi ke pokok permasalahan yang kita bahas, menyoal "Pemikiran kritis yang terlampau kritis". Tinggal kembali dari individu pemikir itu sendiri bagaimana menilai dinamika pemikiran yang ia kembangkan sendiri
Diposting oleh
Adam Syarief Thmrn on Senin, 17 Desember 2012
Akhir-akhir ini, kita semua digegerkan dengan beredarnya informasi tentang "Masa kegelapan Bumi" yang jatuh pada 23,24 dan 25 Desember 2012 mendatang, banyak sekali argumen yang merespon jangkaan NASA tersebut baik dari sisi sains dan spiritual. Agar tidak terjadi Distorsi Informasi yang meluas, saya akan menyajikan sebuah artikel ilmiah hasil karya Tariq Maliq, seorang Manajer Editor sekaligus editor senior di jurnal Space Online, berikut artikelnya
The comet Elenin is passing through the inner solar system right now and will make its closest approach to Earth on Oct. 16. The comet has sparked an Internet firestorm among believers who claim its approach is linked to Earth's destruction, a rogue "planet" called Nibiru and a NASA conspiracy to cover it all up.
Now NASA is stressing the simple truth: Comet Elenin is just an icy comet — and a wimpy one at that — which poses no threat to our planet.
Take, for example, Elenin's "close" approach to Earth. That closest point is still out in deep space, a distant 22 million miles (35 million kilometers) from our planet, NASA scientists explained in a statement released yesterday (Aug. 16). That's more than 90 times the distance from the Earth to the moon, they added.
he speculations by comet Elenin doomsayers claiming that the comet will align with other planets or celestial bodies to wreak havoc on Earth are just not true, the space agency says.
"Any approximate alignments of comet Elenin with other celestial bodies are meaningless, and the comet will not encounter any dark bodies that could perturb its orbit, nor will it influence us in any way here on Earth," said Don Yeomans, a scientist at NASA's Jet Propulsion Laboratory in Pasadena, Calif.
NASA's statement on comet Elenin stepped from a barrage of questions sent in by the public over the last few months to sort out fact from the digital fictions swarming across the Internet regarding the comet's appearance. [Best Close Encounters with Comets]
"Often, comets are portrayed as harbingers of gloom and doom in movies and on television, but most pose no threat to Earth," NASA officials said. "Comet Elenin, the latest comet to visit our inner solar system, is no exception."
Comet Elenin was discovered on Dec. 10, 2010 by astronomer Leonid Elenin of Lyubertsy, Russia, who made the find using a remote-controlled observatory based in New Mexico. At the time, the comet was about 401 million miles (647 million km) from Earth. It is fairly faint and not expected to dazzle skywatchers, NASA scientists have said.
Since then, the comet (officially known as C/2010 X1) has made its way into the inner solar system, giving rise to many rumors — some outlandish — that link comet Elenin to 2012 end-of-the-world theories and other disaster scenarios.
NASA's Tuesday statement counters many of those speculations in plain language. They include:
Will comet Elenin block out the sun, causing three days of darkness? No, the comet won't cross the face of the sun as seen from Earth, and even if it did it's much too small to have an effect.
Will the comet pass between the Earth and the moon? No, it will be 90 times farther way.
Will comet Elenin cause shifting tides or earthquakes on Earth? Not at all.
For that last one, Yeomans stressed that there is absolutely no way Elenin could affect life on Earth, aside from providing a target for skywatchers to gaze at with telescopes.
"So you've got a modest-sized icy dirtball that is getting no closer than 35 million kilometers [about 22 million miles)," Yeomans explained. "It will have an immeasurably miniscule influence on our planet. By comparison, my subcompact automobile exerts a greater influence on the ocean's tides than comet Elenin ever will."
Comet Elenin and a hidden object?
Another theory rampant on the Internet is that comet Elenin is actually a type of failed star known as a "brown dwarf," or could be affected by another unknown planet or star, such as a rogue object called Nibiru suggested by many believers or brown dwarf star. NASA received questions on that as well.
"A comet is nothing like a brown dwarf. You are correct that the way astronomers measure the mass of one object is by its gravitational effect on another, but comets are far too small to have a measureable influence on anything," said David Morrison of the NASA Astrobiology Institute at the NASA Ames Research Center in Moffett Field, Calif.
And another scenario — that a brown dwarf, or even a so-called "black dwarf" star, could be hidden from NASA's view — is also not possible, Morrison added.
"If we had a brown dwarf star in the outer solar system, we could see it, detect its infrared energy and measure its perturbing effect on other objects," Morrison said. "There is no brown dwarf in the solar system, otherwise we would have detected it. And there is no such thing as a black dwarf."
According to NASA, the best time to spot comet Elenin in telescopes will be in early October. Binoculars or telescopes are required because of the comet's dim appearance.
Whether the comet will be visible to the unaided eye, however, remains to be seen.
"This comet may not put on a great show. Just as certainly, it will not cause any disruptions here on Earth. But, there is a cause to marvel," Yeomans said in the statement. "This intrepid little traveler will offer astronomers a chance to study a relatively young comet that came here from well beyond our solar system's planetary region. After a short while, it will be headed back out again, and we will not see or hear from Elenin for thousands of years. That's pretty cool."
Diposting oleh
Adam Syarief Thmrn on Selasa, 04 Desember 2012
Redupnya semangat Tradisi Keilmuan
Adam Syarief Thamrin H*
Dekade
akhir ini, makin dirasakan redupnya semangat pemuda Indonesia tak terkecuali
para pelajarnya. Banyak alasan-alasan klasik yang senantiasa dijadikan indicator
oleh penguasa sebagai asal-muasal redupnya semangat tersebut antara lain
masalah Globalisasi dan budaya barat, memang tak dapat dipungkiri budaya pop
barat masuk seperti derasnya air di Niagara, serta menjamurnya efek globalisasi
seperti virus yang tak mudah diberangus dan tak mudah di hentikan. Padahal sejatinya,
jika kita mau menganalisis akar persoalan secara runtut, kronologi yang
menyebabkan redupnya Tradisi Keilmuan bahkan hilangnya hal tersebut dikalangan
pelajar adalah sebuah “Sistem Pendidikan” di negeri ini (Indonesia) yang selalu
tidak se-Arus dengan kondisi dan keadaan Pelajar di Indonesia. Mari kita ambil
contoh mengenai maju-mundurnya Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia seperti
gonta-gantinya Kurikulum Pendidikan Dasar hingga menengah atas yang sempat
menimbulkan keresahan para Pelajar, Wali Murid dan Guru, selanjutnya, UJIAN
NASIONAL (UNAS) yang dinilai hanya mengacu pada nilai akhir UNAS guna
menentukan kelulusan pelajar tersebut, bahkan jika ditilik sejak kemunculan
UNAS pertamakali, UNAS telah mengabaikan point-point yang termasuk pada nilai
Afektif, Kognitif,dll. Maka tak heran akhir-akhir ini ujian kelulusan yang
digunakan (UNAS) dengan ajaibnya mampu “membolak-balikkan” nasib pelajar, yang
Pintar dan belajar sungguh-sungguh bisa saja mendapat nilai jelek sebaliknya
yang tidak bersungguh-sungguh malah mendapat porsi lebih dengan nilai yang
baik. Maka, jika dianalisis lebih mendalam system ujian kelulusan menggunakan
UNAS ini lebih mengedepankan “system keberuntungan / Bejo”.
Selain masalah system pendidikan di Indonesia
yang masih amburadul, hal lain yang menyebabkan redupnya Tradisi Keilmuan
dikalangan pelajar adalah masalah kurikulum, ya, kurikulum sejatinya adalah
salah satu rangkaian terpisah dari sebuah system pendidikan nasional, tapi yang
membuatnya berbeda adalah, kurikulum merupakan tingkatan system yang mendapat
porsi tahapan paling mengakar dan paling mendalam dalam tatanan system pendidikan
itu sendiri, tetapi sayangnya, vitalnya keberadaan kurikulum dalam suatu
tatanan system pendidikan rasanya diabaikan oleh Pemerintah sebagai pembuat
kebijakan, bagaimana tidak, kita perhatikan saja dari tahun-ketahun Kurikulum
sebagai “Base of Education in School” telah banyak mengalami fase-fase
perubahan, contohnya saja dalam perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia,
setidaknya sudah ada beberapa kali pergantian ‘strategi pembelajaran’. Diawali
pada tahun 1947 dengan Rentjana
Pelajaran 1947 dimana tujuan pendidikan pada saat itu menekankan
pada pembentukan karakter rakyat Indonesia untuk menyadari bahwa kedudukan
bangsa Indonesia berdaulat dan sejajar dengan negara lain.
Kemudian pada tahun 1952, pendidikan lebih
mengarah pada pelajaran yang disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari. Strategi
ini dinamakan Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Setelah itu dikenal Program
Pancawardhana pada tahun 1964, yakni: pengembangan moral,
kecerdasan, emosional/ artistik, ketrampilan, dan jasmani.
Seiring dengan berubahnya rezim pada masa
itu, maka Program Pancawardhana
pun diganti pada tahun 1968 dengan pendidikan yang mengarah pada pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kemudian pada tahun 1975
dikenal istilah PPSI (Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional) yang muatannya lebih mengarah kepada tercapainya
tujuan yang dapat diukur dalam bentuk tingkah laku siswa.
‘Strategi pembelajaran’ tahun 1975 ini sangat
sulit diwujudkan, karena guru memiliki beban berat karena harus menyusun materi
pelajaran secara detail, dibantu dengan alat peraga dan dokumen pendukung
pelajaran. Sementara pendapatan atau gaji guru pada saat itu tidaklah memadai.
‘Strategi’ ini hanya bisa dilakukan oleh seorang profesional seperti dosen;
maka lahirlah ‘strategi’ CBSA (Cara
Belajar Siswa Aktif) pada tahun 1984.
Dalam pembelajaran ini, siswa terlibat aktif
baik secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan gurunya. Program
pendidikan yang tidak kaku menjadi prinsip CBSA
dengan adanya interaksi yang hangat antara siswa dengan guru dan kegairahan
belajar. Dengan alasan proses CBSA
hanya mengacu pada teori belajar mengajar tanpa memperhatikan kualitas dari isi
pembelajaran, maka ‘strategi pembelajaran’ yang telah berlangsung 1 dekade ini
pun diganti dengan nama Kurikulum
1994.
Kurikulum 1994, saya istilahkan dengan ‘Kurikulum Satu Pintu’. Yakni
materi pelajaran yang sama bagi semua siswa se-Indonesia, dengan kurang
memperhatikan keberbedaan setiap daerah, lingkungan, dan masyarakat. Kemudian
direvisi dengan nama Suplemen
Kurikulum 1994, dimana daerah dapat menambah materi pembelajaran
dengan menyesuaikan wilayah masing-masing. Pada tahun 2002, lahir ‘strategi
pembelajaran’ yang dinamakan KBK
(Kurikulum Berbasis Kompetensi); yakni pengembangan kemampuan untuk
melakukan kompetensi dengan standar yang telah ditetapkan. Dengan program ini
diharapkan siswa mampu mengetahui, menyikapi, dan melakukan materi pembelajaran
secara bertahap dan berkelanjutan hingga berkompeten. Muatan KBK pun direvisi pada tahun 2004
dengan nama KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan), dimana konsep yang ditawarkan masih sama; yaitu
mengacu pada basis kompetensi. Yang membedakannya adalah pihak sekolah sebagai
penyelenggara pendidikan, memiliki kebebasan dan kewenangan penuh dalam
menyusun program pendidikan, tetapi tetap mengacu pada standar-standar yang
telah ditetapkan.
Memang, kita sadari bersama pasca-Kemerdekaan
Indonesia dapat dikatan Negara kita masih belum dapat konsisten menentukan system
pendidikan yang bisa diterapkan secara nasional tetapi hal tersebut masih dapat
dimaklumi selagi dalam ambang batas yang wajar sesuai dengan ketentuan waktu
yang ada. Sekarang, Indonesia harus sudah mulai berbenah dengan system pendidikannya
dan mulai memperhatikan Tradisi Keilmuan yang seharusnya muncul di tengah-tengah
kalangan pelajar masa kini.
IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) sebagai
organisasi otonom dibawah naungan persyarikatan Muhammadiyah adalah salah satu
diantara beberapa organisasi berbasis pelajar yang konsen terhadap
masalah-masalah pendidikan, bahkan semangat Tradisi Keilmuan itu sendiri
termaktub pada misi IPM sendiri yakni berupaya untuk membangun sebuah Tradisi
Keilmuan, seiring dengan berjalannya waktu akhirnya disadari bahwa semangat
Tradisi Keilmuan tersebut sejatinya telah redup bahkan lenyap dikalangan
pelajar masa kini, Ghiroh pelajar dalam menempa ilmu seperti perjuangan Dr.
Soetomo dimasa pergerakan nasional yang sangat luar biasa dalam mengedapnkan
ilmu sebagai senjata paling ampuh untuk melumpuhkan penjajah kolonialisme
Belanda ternyata telah redup.
Aksi Real pun telah dilakukan oleh IPM,
seperti upaya Judicial Review terhadap kebijakan UNAS yang diajukan melalu
Mahkamah Konstitusi oleh PP IPM, selain itu uji public mengenai kebijakan UNAS
dan Sisdiknas serta banyak diskusi-diskusi terbuka untuk membahas kebijakan
Pendidikan di Indonesia yang sedang tidak beres sekarang ini.
Tradisi
Keilmuan itu Vital
Menimbang pentingnya sebuah Tradisi Keilmuan
bahkan dimaktubkan pada sebuah misi bersama dalam organisasi IPM, memang tak
dapat dipungkiri vitalnya tradisi keilmuan tersebut. Mengapa? Tidak lain
Tradisi keilmuan nantinya akan berlanjut hingga generasi ke generasi tanpa ada
keniscayaan untuk berhenti menempa ilmu sehingga ILMU dan Prosesnya untuk
menempa ilmu menjadi sebuah tradisi dan cultural yang melekat kuat dalam
pelajar dan masyarakat Indonesia.
Sehingga jika konsep tersebut semua terwujud
menjadi satu tujuan bersama maka, terwujudnya Indonesia sebagai Negara maju
berkembang bukan merupakan keniscayaan. Perlu kita sadari saat ini pesaing kita
bukanlah bermain pada nilai material belaka tetapi Ilmu menjadi patokan tajam
dalam suatu proses kompetisi dengan bangsa-bangsa lain. Maka, sudah merupakan
kewajiban sebagai pelajar garda terdepan untuk kembali membangkitkan tradisi
keilmuan tersebut dengan “Kritis” menyikapi hal-hal yang bertentangan dengan
arus yang ada, percayalah, jika pelajar kritis dan menginginkan perubahan, maka
perubahan tersebut akan datang seiring semangat membangkitkan kembali Tradisi
keilmuan itu sendiri. Hidup Pelajar!
*Adam Syarief Thamrin Hasibuan (@adamsyarieftham)
Mahasiswa FISIP UNAIR
Ketua Umum Pimpinan Daerah IPM Kota Surabaya
Untuk gerakan poros pelajar yang rindu akan perubahan!
Thanks to all who have taken the time to visiting my web blog, I always expect your comments and suggestions from all for the development of this blog in the future.
We believe that every human being given the strength of the potential and expertise that is different, and certainly in each of them also have the opportunity to develop the entrepreneur spirit. That's what we must realize, by developing the soul and spirit of entrepreneurs to want to go, then we would be a step faster to achieve success.
Actually, success was not sought, but achieved, success will not come by itself, but we are going to bring success to us, and spread the seeds of success to all that is around us.