Adam Syarief Thamrin Hasibuan
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya
Tulisan ini adalah sepenggal dari tugas Etika Sosial & Politik yang diberikan oleh Bapak Drs. Gitadi Tegas Supramudyo (Dosen Pengamat Kebijakan Publik Fisip UA) untuk membedah secara singkat buku karangan K. Bertens, bab III
***
Kebebasan dan Tanggung Jawab
merupakan pengertian dari dua kalimat yang berbeda tetapi maknanya keterkaitan
dan bersinggungan. Sehingga, orang bisa menyatakan bahwa “Manusia itu Bebas”
dan dengan sendirinya dia juga menerima pernyataan “Manusia itu
Bertanggung-Jawab”. Dapat diartikan analogi tersebut bahwa Manusia itu
bertanggung-jawab atas kebebasan yang dimilikinya tersebut. Sekarang, tidak
mungkin sebuah kebebasan tidak disertai dengan tanggung-jawab, jika hal
tersebut terjadi maka yang kita temui adalah sebuah kebebasan yang “kebablasan”
tanpa batasan dan tanggung jawab yang jelas dari pemiliki kebebasan tersebut
(Manusia).
Kebebasan
Pengalaman tentang kebebasan. Tidak
ada manusia di dunia yang tidak mengerti tentang kebebasan, setiap manusia
pasti mengerti dan paham karena manusia mengalami sebuah kebebasan tersebut.
Tetapi, kebebasan tidak sebatas sebuah pemahaman yang dilakukan, aktifitas yang
dilakukan dan dialami oleh manusia, tetapi pada hakikatnya kebebasan memiliki
arti yang pas, namun demikian manusia yang mengalami kebebasan itu pun tidak
dapat menjelaskan tentang apa itu kebebasan. Jika tidak ada orang menanyakan
pada kita apa itu kebebasan maka kita yakin kita tahu karena kita mengalaminya,
tetapi jika ada orang yang datang dan menanyakan apa itu kebebasan itu, kita
menjadi bingung dan tidak bisa menjawab.
Kebebasan itu adalah hubungan antara
“aku konkret” dan perbuatan yang dilakukannya (Henry Bergson 1859-1941) Dan
filsuf Prancis yang banyak berpikir mengenai pengalaman tentang kebebasan ini
menyimpulkan bahwa “Kebebasan merupakan suatu fakta dan di antara fakta-fakta
yang ditetapkan orang tidak ada yang lebih jelas”. Dalam penjelasan tersebut,
kata “Fakta” berarti adalah data langsung atau pengalaman batin yang
benar-benar dialami.
Dalam realitas hidup manusia,
kebebasan merupakan suatu realitas yang amat kompleks. Kebebasan memiliki
banyak aspek dan banyak pula karakteristik.
Begitupun tentang kebebasan rakyat vs
kekuasaan yang absolute seperti dijelaskan di buku Bertens yang mengangkat
pernanan besar Negara di Eropa yang memiliki andil cukup luar biasa dam menjadi
pelopor dalam mewujudkan kebebasan sosial-politik, Negara tersebut adalah
Inggris dan Prancis. Di Inggris, pembatasan absolutism para raja berlangsung
berangsur-angsur selama kurun waktu yang cukup panjang, salah satu contoh
adalah keluarnya piagam Magna Charta (1215),
piagam yang secara terpaksa dikeluarkan oleh Raja John untuk menganugerahkan
kebebasan-kebebasan tertentu kepada raja Baron dan uskup Inggris. Seabad
kemudian di Prancis absolutism para raja di lalui revolusi Prancis secara
dramatis (1789), yang antara lain mengakibatkan raja Louis XVI dipenggal
kepalanya, beberapa bulan kemudian disusul istrinya ratu Marie Antoinette.
Penjelasan-penjelasan tersebut merupakan salah satu contoh mengenai kebebasan
rakyat dan kekuasaan absolute yang pernah terjadi dibeberapa Negara di Eropa
dahulu.
Pembahasan singkat mengenai kebebasan
sosial politik menurut bentuk pertama dapat ditambahkan beberapa catatan, yang
pertama ialah bahwa perwujudan kebebasan sosial politik ini tidak terbatas pada
kedua Negara yang bersangkutan saja tapi mempunyai relevansi universal. Yang
kedua, gagasan yang melatar-belakangi kebebasan sosial-politik dalam bentuk ini
pada dasarnya bersifat etis. Tidak dapat dibenarkan, jika perkembangan dari
monarki absolute ke demokrasi modern bukan suatu kenyataan historis, tetapi
merupakan suatu keharusan etis. Tidak dapat dibenarkan jika perkembangan itu
menempuh lagi arah yang terbalik. Selain itu, ada pula poin mengenai
Kemerdekaan versus kolonialisme yang dituangkan Bertens dalam bukunya yang
memiliki pokok bahasan focus kepada analisis kebebasan sosial-politik yang
direalisasikan ke dalam proses dekolonisasi, dan ide kebebasan yang di
berkembang di Negara-negara penjajah atau kolonialisme pada masa itu. Ada pula
poin tentang kebebasan individual dan kesenang-senangan yang merupakan sebuah
arti sempit dari sebuah kebebasan itu sendiri tanpa dimengerti apa hakikatnya.
Jika tidak diimbangi dengan berpikir
yang panjang maka banyak manusia cenderung menerima dan merespon pengertian
kebebasan ini atas pertanyaan “Apa itu
kebebasan”, secara spontan mereka menjawab “saya bebas jika saya bisa melakukan
apa saja yang saya mau”. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena manusia selalu
mencampur-adukkan kebebasan dengan rasa bebas. Maka, jika tidak
merefleksikannya secara dalam maka akan terasa akan arti dan hakikat yang sama
anatar kebebasan dan rasa bebas.
Kebebasan dalam arti
kesewenang-wenangan sebenarnya tidak pantas disebut kebebasan, dalam kehidupan
manusia dewasa ini sering ditemui penyalahgunaan arti kebebasan itu sendiri.
Karena, bebas tidak berarti lepas dari segala keterikatan melainkan kebebasan
yang sejati adalah kebebasan yang mengandalkan keterikatan dan norma-norma.
Jadi, norma-norma tidak menghambat adanya kebebasan tapi justru memungkinkan
tingkah-laku bebas.
Beberapa masalah kebebasan
Kebebasan Negatif dan Kebebasan
Positif. Secara implicit ada dua aspek yang melekat pada kebebasan itu sendiri,
yakni aspek positif dan negative, Bertens dalam bukunya juga menggunakan
analisis pendekatan positif dan negative dalam setiap penjelasan arti-arti
tentang apa itu kebebasan.
Dua aspek kebebasan tadi dapat
dirumuskan juga dengan mengatakan bahwa kebebasan bisa dimengerti sebagai
“kebebasan dari…” dan “kebebasan untuk…”
Tanggung Jawab
Sama seperti pengertian dalam
kaitannya “Tanggung Jawab” dapat diartikan, seseorang yang bisa menjawab dan memberikan
penjelasan atau keterangan yang tepat saat ditanyai mengenai sikap atau
perbuatan atau tingkah lakunya.
Keterkaitan antara tanggung jawab dan
kebebasan. Analogi mudahnya, dalam setiap kebebasan yang dialami manusia,
tentunya tidak begitu saja tanpa alasan dan penjelasan yang jelas dan hakiki,
kebebasan yang dimiliki dan di alami manusia juga selalu disertai dengan rasa
tanggung jawab yang tepat, dimana bisa memberikan keterangan dan menjelaskan
yang tepat atas perbuatan dan tingkah laku yang dilakukan.
Tanggung Jawab Kolektif
Dalam pembahasan mengenai tanggung
jawab yang selalu di titik fokuskan adalah tanggung jawab pribadi atau
perorangan atau personal. Bagaimana dengan tanggung jawab kolektif? Beberapa
etikawan menerima kemungkinan tanggung jawab kolektif tadi, tetapi tidak sedikit
etikawan yang menolaknya dengan penjelasan-penjelasan yang berbeda-beda.
Tanggung jawab kolektif lebih kepada
kesadaran personal yang memiliki peranan dan andil dalam suatu permasalahan
yang tepat, contoh; unsure pimpinan yang bersifat kolektif yang kebijakannya
berpengaruh pada orang banyak / massal. Karena, sulit menerima sebuah tanggung
jawab moral, sebab sulit untuk diakui bahwa seseorang bisa bertanggung jawab
atas perbuatan yang tidak dilakukannya. Maka kembali lagi tanggung jawab
kolektif kembali pada kesadaran personal dan keinginan untuk pembenahan yang
lebih baik.
{ 1 komentar... read them below or add one }
Terimakasih, bermanfaat!
Posting Komentar